Tiga Perkara Yang Menjadi Benteng Amal Seorang Muslim

Seseorang Muslim yang beramal ibaratnya sedang menanam biji-bijian. Hanya dua kemungkinan, mati atau tidak tumbuh dan tumbuh berbuah. Dua kemungkinan ini akan terjadi tergantung CARA kita beribadah atau cara melakukan ibadah serta motivasi apa yang mendasari kita beramal [iklas tidaknya karena Allah].

Selain itu sangat banyak juga yang menggoda kita untuk merusak amalan yang kita lakukan. Kita tahu musuh kita yang sangat nyata, yaitu setan atau iblis akan selalu berusaha untuk menggoda kita, melalaikan kita dari ibadah yang benar.

Maka perlu kita membentengi amalan yang kita lakukan agar mantap hati ini dalam suasana nimat karena ibadah kepadaNya. berikut ini tiga perkara yang dapat menjadi benteng amal seorang muslim :

Dari Syaqiq bin Ibrahim menegaskan “ada tiga perkara merupakan benteng amal, yaitu :

1.     Hendaknya mengakui bahwa amal atau ibadatnya adalah pertolongan Allah, agar penyakit ujub dalam hatinya musnah.

2.     Semata-mata hanya mencari ridha Allah, agar hawa nafsunya teratur [ikhlas].

3.     Senantiasa mengharap ridha Allah, agar tidak timbul rasa tamak atau riya. Maka dengan tiga perkara tersebut amal atau ibadat seseorang dapat ikhlas.

Ulama himah menegaskan, “demi sukses terpeliharany amal atau ibadat, perlu empat perkara :

1.     Pengertian yang dapat membetulkan amal, karena tanpa ilmu amalnya dapat rusak.

2.     Pengaturan niat, karena tanpa niat yang dibenarkan amalnya tidak akan diterima.

3.     Sabar dalam melakukannya, karena dengan kesabaran, amal atau ibadahnya akan baik dan sempurna.

4.     Ikhlas yang menjadi syarat mutlak diterimanya amal.

Harram bin Hayyan berkata “seorang yang berbakti kepada Allah dengan sepenuh hati, pasti Allah menggerakkan hati orang-orang mukmin, simpati dan menaruh belas kasihan padanya.”

Dari Abu Hurairah, Nabi [saw] bersabda, “ketika Allah senang kepada seseorang, Dia katakan kepada Jibril, agar jibril pun menyenanginya, lelu diserukan kepada segenap penghuni langit agar mereka pun menyenanginya, kemudian meratalah kasih sayang penghuni bumi kepadanya. demikian pula ketika Allah marah kepada seseorang, lalu Dia serukan kepada semua mahlukNya agar memarahi atau mengutuknya.”

Sumber : al-Imam al-Faqih Abu Laits as-Samargandi [Abu Imam Taqyuddin]. 2012. Tanbihul Ghafilin. Mutiara Ilmu, Surabaya.