SYAH WALIULLAH
Dr. Muhammad
Iqbal, penyair dari timur menggambarkan Kaisar Aurangeb yang terkenal itu
bagaikan anak panah terakhir dalam gerakan kekuasaan Islam di India.
Kekuatan-kekuatan anti-Islam yang menonjol selama pemerintahan Kaisar Akbar
Jahangir, dan Dara Shkah telah dihentikan oleh Aurangeb, seorang raja muslim
yang jujur, hati-hati dan bijaksana.
Dengan
wafatnya Aurangeb 1709 M, timbul kekacauan poitik yang kemudian memuncak dengan
runtuhnya kekuasaan muslim di Subkondnen itu. Keadaan olitik yang berantakan itu
akibat kekacauan ruhani masyarakatnya. Para pengganti Aurangeb ternyata terlalu
lemah dan tidak mampu menghadapi
berbagai kekuatan yang memberontak. Dalam periode krisis sejarah Islam
sseperti itulah, lahirlah syah waliullah, seorang ahli piker terbesar yang
dihasilkan India Islam, dan snagat besar pula jasanya dalam menyatukan kembali
susunan Islam.
Syah
waliullah dilahirkan pada tahun 1703 Masehi, empat tahun sebelum kematian
Aurangzeb. Kakeknya bernama Syekh Wajihuddin, perwira tinggi dalam ketentaraan
Kaisar Jahangir dan pembantu Aurangzeb dalam perang perebutan tahta. Ayah
walullah, Shah Abdur Rahim, sufi dan sarjana terkenal yang telah membantu
menyusun fatwa-i-alamgiri, buku tebal mengenai hokum islam, menola undangan
istana dan tetap mengabdikan diri untuk organisasi serta pengajaran pada
madrasah Rahimia, sebuah sekolah teologi. Sekolah ini kemudian memainkan
peranan penting dalam emansipasi agama Islam di India. Madrasah ini yang
menjadi tempat pendiidkan pembaharuan dan almujahid seperti Shah Waliulah, Shah
Abdul Aziz, Sayiyd Ahmad dari Bareli, Maulvi Abdul Haiy, dan Shah Ismail
Syahid.
Tentang
ajaran shah Abdu Rahim beserta kakeknya, Maulana Ubaidillah Shindi menulis,
“inti ajran kedua bersaudara itu adalah usaha untuk menemukan jalan bersama
bagi para filsuf muslim [para sufi dan para mutakallimin] dan para fuqaha [ahli
hokum Islam].
Syah
Waliullah mendapatkan pendidikan pertama dari ayahnya yang juga guru dan
pengarah perkembangan ruhaniah, sehingga menjadi dewasa sebelum waktunya. Daya
ingatnya kuat. Ia hafal al-Qur’an pada usia yang snagat muda, tujuh tahun.
Selang beberapa waktu ayahnya meninggal dunia pada tahun 1131 H. ketika itu
usia Waliullah beum geap 17 tahun. Meskipun demikian, ia sudah mulai mengajar
di madrsah Rahimia milik ayahnya dan meneruskan tugas ini selama 12 tahun
sampai saat kepergiannya ke Arabia untuk studi yang lebih tinggi.
Selama
berada di Makkah dan Madinah, empat belas bulan, ia berhubungan dengan para
guru terkenal di Hijaz, guru kesayangannya adalah Syekh Abu Thahir bin Ibrahim
dari Madinah. Dari guru yang satu ini Shah Waliullah mendapatkan sanad [title
kesarjanaan dalam bidang hadits. Gurunya itu berpengetahuan seperti
ensiklopedia hidup. Shah Waliullah banyak sekali menimba ilmu dan manfaat
darinya dan mengakui bahwa gurunya teramat sangat shalih, berpandangan luas,
dan bakat kesarjanaannya luar biasa.
Sewaktu
berada di Makkah, Shah Waliullah bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. Yang
memerintahkan agar dirinya bekerja untuk organisasi pengembangan masyarakat
Islam di India. Karenanya, ia segera kembali ke Delhi pada 9 Juli 1732 dan
memulai tugasnya dengan sungguh-sungguh. Ia menghadapi tugas yang teramat berat
dan kondisi umat Islam India sangat
kritis kala itu, begitu juga kondisi struktur social, politik, ekonomi, dan
spiritual. Shah waliullah mulai mengajr pengetahuan agama dan mempercayakan
kepada para muridnya untuk bekerja sebagai mualim yang memberikan penerangan
kepada masyarakat tentang sifat Islam yang sesungguhnya. Ia menulis buku
standar penlajaran agama Islam. Dan, sebelum meninggal pada tahun 1962 ia telah
menyelesaikan sejumlah besar buku-buku yang menyangkut tentang Islam.
Dedikasi
Shah Waliullah terhadap pekerjaannya sangat besar. Sehingga anak lelakinya yang
juga berbakat, Shah Abdul Aziz berkata, “beliau itu jarang sakit. Sekali beliau
duduk untuk bekerja setelah dhuha,
beliau tidak bergeser dari tempatnya sampai tengah hari.”
Shah
Waliullah adalah orang yang genius, intelektual yang mengabdikan diri bagi
tugas pendidikan umat yang telah jauh terjerumu mendapatkan tuntunan agama
Islam yang salah. Tugas yang diembannya sangat besar, yaitu menghidupkan
kembali jalan islam di wilayah tempat tinggalnya. Ia bertekad membawaIslam
kepada ajarannya yang murni.
Kegiatan
sehari-hari ShahWaliullah tidak hanya terbatas pada bidang keruhanian dan
intelektual saja. Sebab, ia hidup dalam zaman yang begejolak, dengan beberapa
penguasa yang menduduki singgasana Delhi. Diberkahi dengan pandangan politik
yang tajam, ia melihat dengan kesedihan yang mendalam akan kehancuran Islam di
subkontinen itu, sehingga ia menulis surat kepada para penguasa politik seperti
Ahmad shah Abdali, Nizamul Mulk, dan Najibuddaula, agar segera menghentikan
pembusukan yang telah melekat pada kehidupan politik orang-orang Islam di India.
berkat seruannya tersebut, Ahmad Shah Abdali muncul di medan pertempuran di
Panipat, 1761 dan menghentikan impian Marhatta untuk menguasai benua kecil
India.
Shah
Waliullah termasuk seorang penulis yang produktif. Ia menulis dalam dua bahasa
Arab dan Persia. Sampai saat ini, beberapa di antara bukunya tersimpan di
seluruh wilayah literature Islam dan belum terungguli oleh buku lain.
Buku-bukunya diklasifikasikan ke dalam enam kategori. Pertama, buku-buku
mengenai al-Qur’an termasuk di dalamnya terjemahan al-Qur’an dalam bahasa
Persia, bahasa sastra di benua India pada waktu itu. Menurut Shah Waliullah,
sasaran mempelajari al-Qur’an adalah untuk mengubah sifat manusia dan
meluruskan kepercayaan yang salah, serta mencegah tindakan yang mmebuat orang teraniaya.
Kedua
buku-buku mengenai hadits. Ia mewariskan beberapa buku, termasuk tafsir
Muwatta’ dalam bahasa Arab dan Rusia, kumpulan Hadits Imam Malik. Ia menganggap
penting hadits Imam Malik ini melebihi hadits Bukhari dan Muslim. Shah
Waliullah adalah seorang Muhaddits [ahli hadits] dan semua muhddits di anak
benua itu dapat d telusuri keturunannya sampai Imam Malik.
Ketiga,
buku-buku mengenai fiqh, termausk insaf fi bayani sahah al ikhtilaf. Meskipun
pendek, tetapi tulisan ini merupakan karya yang menarik dan informative tentang
riwayat hokum Islam selama kurun waktu lima Abad terakhir. Keempat, buku-buku
berkenaan dengan tasawuf. Kelima, buku-buku mengenai filsafat Islam dn ilmu
kalam. Keenam, buku-buku tentang masalah Dhia-sunni yang pada masa itu terasa
agak tajam. Teori-teorinyat entang ilmu ekonomi dan sosialisme bersifat
revolusioner, sehingga ia dianggap sebagai pendahulu Karl Marx.
Syekh
Muhammad Ikram berkata, “Shah Waliullah menulis buku-buku bermutu tinggi
tentang berbagai gerakan yang kukuh dan bermanfaat. Tetapi, yang barangkali
tidak kalah pentingnya adalah pandangan dan cara pendekatannya yang tidak
tampak, yang diwariskannya kepada intelektual islam di anak benua
India-pakistan itu. Buku-bukunya memiliki wawasan, sikap moderat, dan toleransi,
tetapi sifat yang mendapat tekanan paling dalam ialah adl dan adalat [keadilan,
kewajaran, keseimbangan]. Buku-bukunya tercatat sebagai saksi tentang caranya
melihat prinsip-prinsip tersebut di dalam praktik. Ia selalu menekankan betapa
pentingnya peranan prinsip itu dalam teorinya untuk memelihara struktur social.
Shah
Waliullah dilahirkn di lingkungan msyarakat Islam yang dikuasai oleh semangat
tasawuf. Ayahnya sendiri seorang sufi terkenal. Tetapi ketika ia mulai tumbuh
besar, ia terpengaruh oleh Ibnu Taimiyah, seoranng pembaharu. Selama berada di
Hijaz, ia berhubungan dengan para guru yang
dipengaruhi oleh ajaran wahabi. Hal-hal inilah yang terus menghalanginya
untuk terus mengikuti ajaran tasawuf secara buta. Ia menyadari betapa indhanya
penyajian para sufi dalam syiar agama Islam di anak benua itu. Ia juga tahu
betapa perkembangan ruhani Islam yang benar bisa dimulai dengan tasawuf.
Meskipun demikian, ia tetap harus kritis terhadap ajaran tasauf yang berada di
tebing asketisme, sehingga mengaburkan Islam yang benar. Dalam Wasiya Nama, ia
berkata “nasihat atau wasiat selanjutnya adalah agar orang tidak mempercayakan
urusannya kepada siapapun dan tidak
menjadi murid orang-orang suci di zaman sekarang yang tidak beres.”
Dengan
memberikan isnterpretasi islam pada ajaran tasawuf, Shah Waliullah menghapus
ketidakpedulian yang ditinggalkan para ulama kepada tasawuf dan sufinya.
“dengan demikian, Shah Waliullah tidak hanya menjembatani jurang pemisah antara
para sufi dan ulama, tapi juga menciptakan suasana harmonis dnegan menghapuskan
sebagai perbedaan yang ada di antara aliran-aliran tasawuf.”
Shah
Waliullah terpanggil hatinya untuk mengubah tatanan social dan politik di zaman
itu. Sebagai seorang realis, ia memberikan diagnosis terhadap berbagai penyakit
yang merasuki politik di masyarakat Islam dan menganjurkan car pengobatan untuk
kesembuhannya. Ia mengkritik adat istiadat non-islam yang telah merasuk ke
dalam tubuh masyarakat Islam karena hubungannya dengan Hindusime.
Shah
waliullah berpendapat bahwa perubahan olitik harus di dahului dengan revolusi
pemikiran. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa perubahan struktur
politik atau struktur social harus melalui revolusi berdarah. Ia mengendaki
perubahan social yang revolusioner melalui sarana damai. Dalam bukunya yang
terkenal, izaalat-al-khifa, ia membahas ideology revolusi politik yang ia
bayangkan.
Ia
menganggap kesadaran diri sebagai syarat mutlak untuk kesadaran politik. Dalam
bukunya yang abadi, ia juga membahas secara terperinci tentang factor-faktor
yang membantu pertumbuhan keadaan masyarakat.
Keberadaan
sekolah agama yang diasuhnya, Madrasah Rahimia, menjadi pusat kembali
kebangkita Islam di anak benua itu. Siswa-siswa datang berkumpul dari segenap
penjuru Negara. Mereka dididik menjadi pembawa obor gerakan kemerdekaan di anak
benua itu. Sesungguhnya, madrasah itulah yang
menjadi inti gerakan revolusioner untuk rekonstruksi pemikiran-pemikiran
di dalam agama Islam. Madrasah itu telah menghasilkan pekerja-pekerja ulet yang
membawa misi dakwah dengan semangat muallim yang tinggi. Di antara mereka ada
Maulana Muhammad Ashiq dari Phaulat, Maulana Noorullah dari Budhana, Maulan
Amin Kashmiri, Shah Abu Saud Radi Rai Bardi, dan anaknya sendiri, Shah Abdul
Aziz yang dibaiat dalam filsafah agama dan politik oelh ayahnya sendiri.
Shah
Waliullah memainkan peranan penting dalam politik pada masanya. Bantuannya
sangat besar dalam menempa garis depan persatuan Islam melawan kekuatan
Marhatta yang menanjak serta mengancam sisa kekuatan Islam di India bagian
utara. Shah menulis kepada Nijibdauli dan Nizamul Mulk, yang akhirnya
mengundang Ahmad Shah Abdali guna menghancurkan kaum Marhatta di dalam
pertempuran punipat pada yang ketiga di tahun 1761. Suratnya kepada Ahmad Shah
Abdali yang memintanya supaya supaya
mengangkat senjata melawan kaum Marhatta
yang mengancam India itu merupakan dokumen paling penting di abad ke-18.
Dokumen itu, secara teliti, menganaisis suatu situasi politik di anak benua itu
dan bahaya yang mengancam Islam di India dari segala penjuru. Ia memilih
pemimpin-pemimpin Islam yang paling bersemangat, paling mampu, dan memiliki
disiplin yang paling tinggi untuk melawan kaum Marhatta. Di antara para
pemimpin itu adalah Najibuddaula, pemimpin kaum Rohalia yang mengagumkan dan
Ahmad Shah Abdali, pemimpin orang-orang Parthan yang berani. Usaha-usahanya
merencanakan perang pertama melawan kaum Marhatta membawa sukses, dan
kehancuran kaum Marhatta di dalam ertempuran Panipat yang ketiga di tahun 1761 menjadi
titik balik dalam sejarah anak benua India itu.
Shah
Waliullah mendambakan Negara ideal seperti zaman Khalifah ar-rasyidun. Ia
selalu berusaha keras menghidupkan Negara semacam itu.
SYAH WALIULLAH
Reviewed by Unknown
on
6:24 PM
Rating:
No comments