Kisah Nabi Muhammad [SAW]
Dikala umat
manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah kedunia dari
keluarga yang sederhana, di kota mekah, seorang bayi yang kelak membawa
perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, ayahnya yang
bernama Abdullah meninggal ±7
bulan sebelum kelahirannya.
Kehadiran
bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muthalib. Dengan penuh kasih sayang dan
kemudian bayi itu di bawanya ke kaki ka’bah. Di tempat suci inilah bayi itu di
beri nama Muhammad [SAW] . Suatu nama
yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli kelahiran Muhammad [SAW] itu
pada tanggal 12 rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 SM.
Adapun sebab
di namakan tahun kelahiran Nabi itu dengan tahun gaja, karena pada tahun itu
kota mekah diserang oleh suatu pasukan tentara orang nasrani yang kuat di bawah
pimpinan Abrahah, gubernur dari kerajaan Nasrani Abbessinia, yang memerintah di
Yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan Ka’bah.
Pada waktu
itu Abrahah berkendaraan gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah
dihancurkan oleh Allah [SWT] dengan
mengirimkan burung ababil. Oleh karena pasukan itu mempegunakan gajah, maka
orang Arab menamakan balatentara itu pasukan bergaja, sedang tahun terjadinya
peristiwa ini disebut tahun Gajah.
Nabi Muhammad [SAW] adalah
keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang telah berhasil menggulingkan
kekuasaan Khuza’ah atas kota Makkah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul
Muthalib. Bin Hasyim bin Abdul Manaf bin
Qushai bin Kilap bin Murrah dari golongan Arab Bani Ismail. Ibunya bernama siti
Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuuhrah bin Kilap bin Murrah.
Sudah
menjadi keiasaan orang-orang Arab kota Makkah, terutama pada orang yang
tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita
Badiyah [dusun di padang pasir]. Agar bayi –bayi itu dapat menghirup hawa yang
bersih, terhindar dari penyaki-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat
berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikian halnya Nabi Muhammad [SAW] beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang
perempuan yang baik bernama Halimah Sa’diyah dari bani Sa’ad kabilah hawazin,
tempatnya tidak jauh dari kota Makkah. Di perkampungan bani sa’ad inilah Nabi Muhammad [SAW] di
besarkan dan diasuh sampai berusia lima
tahun.
Kematian ibu dan kakek Nabi
Muhammad [SAW]
Sesudah
berusia lima tahun, Muhammad [SAW] diantarnya ke Makkah kembali kepada ibunya,
siti Aminah. Setahun kemudian, yaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun,
beliau di bawa leh ibunya ke Madina, bersama-sama dengan Ummu Aiman sahaya
peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah pertama untuk
memperkenalkan ia padda keluarga neneknya bani Najjar dan kedua untuk
menziarahi makam ayahnya. Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian
pulang kembali kemakkkah. Dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat,
abwa’ namanya. Tiba-tiba Aminah jatuh sakit. Sehingga meninggal dan di makamkan
di situ juga. [abwa’ ialah nama sebuah desa yang terletak antara Madinah dan
Juhfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah selatan kota Madinah]. Betapa
sedihnya hati Muhammad [SAW] , dari kecil tak mengenal ayahnya kini harus
pula berpisah dengan ibunya.
Setelah
selesai pemakaman ibundanya Nabi Muhammad
[SAW] segera meninggalkan kampong Abwa’ itu kembali
ke Makkah dan tinggal bersama-sama dengan neneknya Abdul Muthalib.
Di sinilah Nabi
Muhammad [SAW] diasuh
sendiri oleh kakeknya dengan penuh kecintaan. Usia abdul Muthalib kala itu mendekati
80 tahun. Disebabkan kasih sayang neneknya, Abdul muthalib, Muhammad [SAW] dapat hiburan dan dapt melupakan kemalangan
nasibnya karena kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini tidak lama berjalan, sebab
baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah asuha neneknya, orang
tua yang baik hati itu pula mennggal dunia dalam usia 80 tahun. Nabi Muhammad [SAW] ketika itu baru berusia 8 tahun.
Sesuai
dengan wasiat Abdul Muthalib, maka Nabi mammad daisuh oleh pamannya Abu
Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan
kepada keponakannya ini tidak kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya
sendiri. Selama dalam asuhan nenek dan paman, Nabi Muhammad [SAW] menunjukkan sikap yang terpuji dan selalu
membantu meringankan kehidupan mereka.
Pengalaman penting Nabi Muhammad [SAW]
Ketika
berumur 12 tahun, Nabi Muhammad [SAW] mengikuti pamannya Abu Thalib membawa barang
dagangan ke Syam.. sebelum mencapai kota
Syam, baru samai ke Bushrah, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang
pendeta Nasrani yang alim, bernama Buhairah. Pendeta itu ada tanda-tanda keNabian
pada diri Muhammad [SAW] maka
dinasehatilah Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu puang ke Makkah,
sebab dia khawatir kalau-kalau Muhammad
[SAW] ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan
menganiayanya [dalam riwayat lain kaum Yahudi akan membunuhnya]. Abu Thalib
segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Makkah.
Nabi Muhammad [SAW] sebagaimana
biasanya pada masa kanak-kanak itu,
dia kembali ke pekerjaannya mengembala kambing, kambing keluarga dan
kambing penduduk makkah lainnya yang dipercayakan kepadanya.
Pekerjaan
mengembala kambing ini membuahkan didikan yang amat baik padadiri Nabi, karena
pekerjaan ini membutuhkan keuletan, kesabaran, serta keterampilan dalam
tindakan.
Di waktu Nabi
Muhammad [SAW] berumur
kira-kira 15 tahun. Terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk makkah.
Yaitu kejadian peperangan suku Quraisy dan suku Kinanah. Di satu pihak dengan
suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad
[SAW] ikut aktif dalam peperangan ini memberikan
bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan
keperluan peperangan.
Peperangan
ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan
suci pula yaitu bulan dzulqaidah. Menurut pandangan bangsa Arab
peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, karena melanggar kesucian
bulan dzulqaidah, sebenarnya dilarang berkelahi berperang menumpahkan darah.
Oleh karena demikian, perang tersebut dinamakan Harbul Fijr yang artinya perang
yang memecahkan kesucian.
Beranjak ke
masa dewasa, Nabi Muhammad [SAW] mulai
berusaha mandiri dalam penghidupannya. Karena dia terkenal orang yang jujur,
maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa
barang dagangannya ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam inilah, beliau ditemani
oelh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai
menjual barang dagangan di Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit,
merekapun kembali ke Makkah.
Sesudah Nabi
Muhammad [SAW] pulang
dari syam itu, datanglah lamaran dari
pihak siti Khadijah kepada Beliau, lalu beliau beliau menyampaikan hal itu
kepada pamannya. Setelah tercaai kata sepakat pernikahanpun dilangsungkan, pada
waktu itu umur Nabi kurang lebih 25 tahun sedang khadijah berusia kira-kira 40
tahun.
Nama Nabi Muhammad [SAW] tambah popular di kalangan penduduk Makkah,
sesudah beliau mendamaikan emuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbaharui bentuk Ka’bah.
Pada permulaannya mereka Nampak bersatu dan bergotong royong mengerjakan
pembaharuan Ka’bah itu. Tetapi ketika
sampai pada peletakan batu Hajar Aswad ke tempat asalnya, terjdilah
perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa
berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke tempat asalnya semula.akhirnya disepakati yang akan menjadi
hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang kritis inilah ,
datanglah Nabi Muhammad [SAW] yang
disambut dan segera disetujui mereka, maka dimintanyalah sehelai kain, lalu
dihamparkannya dan hajar aswad diletakkannya di tengah-tengah kain itu.
Kemudian disuruhnya tiap-tiap golongan suku Quraisy bersama-sama mengangkat
tepi kain ke tempat asal hajar aswad tadi. Ketika sampai ke tepatnya, maka batu
suci itu diletakkannya dengan tangannya sendiri ke tempatnya. Dengan demikian
selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing
golongan. Pada waktu itu kejaidan ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal
dengan nama “al Amin” artinya yang di percaya.
Akhlak Nabi Muhammad [SAW]
Dalam
perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat
menjadi Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur, dan
memiliki kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya
yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah
laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada
umumnya yang gemar berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya
dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “al-Amin” artinya
orang yang dapat dipercaya.
Ahli sejarah
menuturkan bahwa Muhammad [SAW] ejak kecil hingga dewasa tidak pernah
menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih
untuk kurban berhala-berhala seperti lazimnya orang Arab jahiliyah pada waktu
itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari keramaian dan
upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.
Untuk
menutupi keperluan hidupnya sehari-hari, dia berusaha sendiri mencari nafkah,
karena orang tuanya tidak meninggalkan harta warisan yang cukup. Sesudah Nabi Muhammad [SAW] menikah dengan siti Khadijah, dia berdagang
bersama dengan istrinya dan kadang-kadang berserikat pula dengan orang lain.
Sebagai
seorang manusia yang bakal menjadi pembimbing
umat manusia, Muhammad [SAW] memiliki bakat-bakat dan kemampuan jiwa besar
kecerdasan pikirannya, ketajaman otaknya, kehalusan perasaannya, kekuatan
ingatannya, kecepatan tanggapannya, kekerasa kemauannya, segala pengalaman
hidupnya, mendapat pengolahan yang sempurna dalam jiwanya. Dia mengetahui
babak-babak sejarah negerinya, kesedihan masyarakat dan kerunTuhan agama
bangsanya. Pemandangan itu tidak dapat hilang dari pikirannya.
Ia mulai
menyiapkan dirinya untuk mendapatkan pemusatan jiwa yang lebih sempurna. Ia
memilih tempat di sebuah gua kecl yang bernama “hira” yang terdapat pada sebuah
bukit yang bernama “Jabal Nur” atau bukit cahaya yang terletak kira-kira dua
atau tiga mil sebelah utara kota Makkah.
Nabi Muhammad [SAW] menjadi Rasul
Ketika
menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad
[SAW] lebih banyak mengerjakan
tahannuts daripada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan di bawanya
perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena akan bertahannuts lebih lama dari
pada waktu biasanya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi,
mimpi yang benar.
Pada malam
17 ramadhan, bertepatandengan 6 Agustur thun 610 M, di waktu Nabi Muhammad [SAW] sedang bertahannuts di gua hira, datanglah
malaikat Jibril [as] menyuruh Nabi Muhammad
[SAW] untuk membacanya, katanya,
“bacalah…”. Dengan terperanjat Muhammad
[SAW] menjawab, “aku tidak dapat
membaca.” Beliau lalu di rengkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril [as]
sehingga nafasnya sesak, lalu dilepaskan
olehnya eraya disuruhnya membaca sekali lagi, “bacalah” tetapi Muhammad [SAW] masih menjawab, “aku tidak dapat membaca.”
Begitulah keadaannya sampai berulang 3 kali, dan akhirnya Muhammad [SAW] berkata, “apa yang kubaca?” Kata Jibril,
“bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan
pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. [QS. AL-A’laq :
1-5]
Inilah wahyu
yang pertama yang diturunkan oleh Allah [SWT] kepada Nba Muhammad [SAW] dan inilah pula saat penobatan Beliau sebagai
Rasulullah atau utusan Allah [SWT] kepada seluruh umat manusia, untuk
menyampaikan risalahNya.
Tugas Nabi Muhammad [SAW]
Menurut
riwayat, selama kurang lebih dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu
yang pertama, barulah Rasulullah menerima wahyu yang kedua. Dikala
menunggu-nunggu kedatangan wahyu yang kedua itu Rasulullah diliputi perasaan
cemas, dan khawatir kalau-kalau wahyu itu putus. Malahan hamper saja beliau
berputus asa, akan tetapi ditetapkannya hatinya dan beliau terus bertahannuts
sebagaimana biasa di gua hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, beliau
menengadah, tampahlah malaikat Jibril [as] sehingga beliau menggigil ketakutan
dansegera pulang ke rumah, kemudian minta kepada siti khadijah supaya
menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itulah, datang Jibril [as]
menyampaikan wahyu Allah [SWT] yang
kedua kepada beliau yang berbunyi, “Hai orang yang berselimut. Bangun dan
berilah peringatan! Besarkanlah [nama] Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu,
jauhilah perbuatan maksiat, janganlah kamu member, karena hendak memperoleh
yang lebih banyak dan hendaklah kamu bersabar untuk memenuhi perintah Tuhanmu.”
[QS. Muddatstsir : 1-7]
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Sesudah Nabi
Muhammad [SAW] menerima wahyu yang kedua ini yang menjelaskan
tugas dirinya, mulailah beliau secara sembunyi-sembunyi menyeru keluarganya
yang tinggal dalam satu rumah dan sahabat-sahabatnya yang terdekat, seorang
demi seorang, agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah
[SWT] Yang Maha Esa. Maka yang mula-mula
beriman kepadanya adalah istrinya Siti Khadijah, disusul oleh putera pamannya
yang masih amat muda Ali bin Abi Thalib dan Zaidbin Naritsah, budak beliau yang
kemudian menjadi anak angkat beliau.
Setelalah
itu lalu beliau menyeru Abu Bakar as Siddiq, seorang sahabat karib yang telah
lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan memeluk agama Islam.
Dengan
perantaraan Abu Bakaq, banyak orang-orang yang memeluk agama Islam, antara ain
ialah Utsman bin Affan, Zubai bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin
‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil,
Arqam, Fatimah binti Khathab Adik Umar bin Khathab [ra] beserta suaminya Said
bin Zaid, Al ‘Adawi dan beberapa orang penduduk Mekah lainnya dari kabilah
Quraisy, mereka itu diberi gelas “Assabiquunal awwalun” artinya orang-orang
yang terdahulu yang pertama-tama masuh agama Islam.”
Mereka ini
dapat gemblengan dan pelahjaran tentang agama Islam oleh Rasulullah sendiri di
tempat yan gtersembunyi di rumah Arqam bin Abi Arqam dalam kota Makkah.
Menyiarkan agama Islam secara
terang-terangan
Tiga tahun
lamanya Rasulullah melakukan da’watul
afrad ini, yaitu : ajakan masuk Islam seorang demi seorang secara diam-diam atau
secara embunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah lainnya.
Kemudian
sesudah itu, turunlah firman Allah [SWT] surat [15] al Hijr ayat 94 yang artinya, “maka
jalankanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang
musyrik..”
Ayat ini
memerintahkan kepada Rasulullah agar menyiarkan Islam dengan terang-terangan
dan meninggalkan cara yang sembunyi-sembunyi itu. Maka mulailah Nabi Muhammad [SAW] menyeru kaumnya secara umum di tempat-tempat
terbuka untuk menyembah Allah [SWT] dan
mengesakanNya. Pertama kali seruan yang bersifat umum itu beliau tunjukkan kepada kerabatnya
sendiri, lalu kepada penduduk Makkah pada umumnya yang terdiri dari
bermacam-macam lapisan masyarakat, baik golongan bangsawan, hartawan maupun
hamba sahaya, kemudian kepada kabilah-kabilah arab dari berbagai daerah yang
datang ke Makkah untuk mengerjakan ibadah haji.
Nabi Muhammad [SAW] menjalani Isra’ Mi’raj
Di saat-saat
menghadapi ujian yang sangat berat dan tingkat perjuangan sudah pada puncaknya
ini, gangguan dan hinaan, aniaya erta siksaan yang dialami beliau dengan
pengikut-pengikut beliau semakin hebat, maka Nabi Muhammad [SAW] diperintahkan oleh Allah [SWT] menjalani Isra’ Mi’raj dari Makkah ke Baitul
Maqdis di Palestina, terus naik ke langit ke tujuh dan sidratu muntaha.
Disitulah beliau menerima perintah langsung dari Allah [SWT] tentang shalat lima waktu. Hikmah Allah [SWT]
memerintahkan Isra’ Mi’raj kepada Nabi Muhammad [SAW] dalam perjalanan satu malam itu adalah untuk
lebih menambahkan kekuatan iman dan keyakinan beliau sebagai Rasul yang diutus Allah
[SWT] ke tengah-tengah umat manusia,
untuk membawa risalahNya. Dengan demikian akan bertambahlah kekuatan batin
sewaktu menerima cobaan dan musibah
serta siksaan yang bagaimanapun juga besarnya dalam memperjuangkan cita-cita
luhur, mengajak seluruh umat manusia kepada agama Allah [SWT] .
Peristiwa
Isra’ Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 sesudah beliau dangkat
menjadi Rasul. Kejadian Isra’ Mi’raj ini, di samping memberikan kekuatan batin
kepada Nabi Muhammad [SAW] dalam perjuangan menegakkan agama Allah [SWT]
, juga menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri, apakah mereka beriman dan
percaya kepada kejadian yang menakjubkan dan di luar akal manusia itu, yaitu
perjalanan yang berates-ratus mil serta menembus tujuh lapis langit dan hanya
ditempuh dalam satu malam saja.
Orang yastrib masuk islam
Pada waktu
musim haji tiba, datanglah ke Makkah
kabilah-kabilah arab dari segala penjuru tanah arab. Di antara mereka itu
jemaah Khazraj dari Yatrib. Sebagaimana biasanya setiap musim haji, Nabi Muhammad [SAW] menyampaikan seruan Islam kepada
kabilah-kabilah yang sedang melakukan
haji. Kali ini beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka sudah mempunyai
pengertian tentang agama keTuhanan, dan kerap kali mendengar dari orang-orang
Yahudi di negeri mereka, tentang akan lahirnya seorang Nabi pada waktu dekat. Segeralah
mereka mencurahkan perhatian kepada dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad [SAW] kepada mereka itu.
Pada waktu
itu juga mereka langsung beriman setelah mereka yakin bahwa Muhammad [SAW] itulah Nabi yang dinanti-nantikan. Peristiwa
ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah Nabi Muahammad. Orang
Khazraj yang masuk Islam ini tidak lebih dari enam orang tetapi merekalah yang
membuka lembaran baru sejarah perjuangan Nabi Muhammad [SAW] .
Setibanya
mereka di Yastrib dari Makkah mulailah mereka menyiarkan kepada kaum kerabat
mereka tentang kebangkitan Nabi akhir zaman Muhammad [SAW] yang berada di Makkah. Berkat kegiatan mereka
hamper setiap rumah di Madinah sudah mendengar dan membicarakan tentang Nabi Muhammad [SAW] .
Pada tahun
kedua belas sesudah keNabian datanglah ke Makkah di musim haji 12 orang
laki-laki dan seorang wanita penduduk Yastrib. Mereka menemui Rasulullah secara
rahasia di Aqabah. Di tempat inilah mereka mengadakan bai’at atau janji setia
atas dasar Islam dengan Nabi. Bahwa mereka tidak akan mempersukutukan Allah
[SWT] , tidak akan mencuri, berzina, membunuh anak-anak, fitnah memfitnah dan
tidak akan mendurhakai Muhammad [SAW] .
Perjanjian ini dalam sejarah di namakan Bai’atul aqabatil Ula [perjanjian
Aqabah yang pertama], karena dilangsungkan di ‘Aqabah untuk pertama kalinya.
Dinamakan pula Bai’atun Nisaa’ [perjanjian wanita] karena dalam bai’at itu ikut
seorang wanita bernama ‘Afra binti’ ‘Abid bin Tsa’labah. Sesudah selesai
pembai’atan ini, Rasulullah mengirim Mush’ab bin Umair bersama mereka ke
Yastrib untuk mengajarkan Al-Qur’an dan agama Islam. Maka, agama Islampun tersebar
ke setiap rumah dan keluarga penduduk Yastrib, kecuali beberapa kelaurga kecil
orang Aus.
Pada tahun
ke tigabelas dari keNabian , berangkatlah serombongan kaum Muslimin dari
Yastrib ke Makkah untuk mengerjakan Haji. Orang Islam pun mengundnag Rasul agar
mengadakan pertemuan dengan mereka di ‘Aqabah pada hari raya Tasyrik. Sesudah
selesai melakukan upacara haji, keluarlah orang-orang islam dari perkemahan mereka menuju ‘Aqabah
secara sembunyi-sembunyi pada waktu
tengah malam. Di tempat itulah mereka berkumpul menunggu Nabi. Jumlah mereka 73
orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Rasulullah pun datang di damping oleh
Abbas, paman beliau, yang di masa itu masih belum menganut agama Islam.
Hijrah ke Yastrib
Tatkala Nabi
Muhammad [SAW] melihat tanda-tanda baik pada perkembangan
Islam di Yastrib itu, disuruhnyalah para sahabat-sahabatnya berpindah ke sana.
Berkata Rasul kepada sahabat-sahabatnya itu, “sesungguhnya Allah [SWT] Azzawajalla telah menjadikan orang-orang
Yastrib sebagai saudara-saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat yang aman
bagimu.”
Orang-orang
Quraisy sangat kaget setelah mengetahui perkembangan Islam di Yastrib itu,
mereka merasa khawatir jika Nabi Muhammad
[SAW] berkuasa di Yastrib itu.
Maka bersidanglah pemuka-pemuka Quraisy di Daarun Nadwah untuk merencanakan
tindakan apakah yang akan diambil terhadap Nabi, akhirnya mereka memutukan
bahwa Nabi Muhammad [SAW] harus di bunuh. Untuk melaksanakan pembunuhan
tu, setiap suku Quraisy mengirimkan
seorang pemuda pilihan. Dengan demikian, bilamana Nabi Muhammad [SAW] berhasil di bunuh, keluarganya tidak akan
mampu menuntuut bela kepada seluruh suku. Rencana keji kaum Quraisy ini telah
diketahui oleh Nabi Muhammad [SAW] dan beliau di perintahkan oleh Allah [SWT] agar segera pindah ke Yastrib. Hal ini beliau
beritahukan kepada sahabatnya Abu Bakar. Abu Bakar minta kepada Nabi supaya
diizinkan menemani beliau dalam perjalanan yang bersejarah ini. Nabi setuju,
lalu bu Bakar menyediakan persiapan
untuk perjalanan ini. Pada malam hari waktu pemuda-pemuda Quraisy sedang
mengepung rumah Nabi Muhammad [SAW] dan siap akan membunuh Nabi. Rasulullah
berkemas-kemas untuk meninggalkan rumah. Ali bin abi Thalib disuruh menempati
tempat tidur beliau supaya orang-orang Quraisy mengira bahwa beliau masih
tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang
dititipkan kepada beliau kepada pemiliknya masing-masing. Kemudian dengan
diam-diam beliau keluar dari rumah. Dilihatnya pemuda-pemuda yang mengeung
rumah beliau sedang tertidur, tak sadarkan diri. “alangkah kejinya mukamu” kata
Rasulullah seraya meletakkan pasit di atas kepala mereka. Dengan
sembunyi-sembunyi Rasulullah pergi menuju rumah Abu Bakar. Kemudian mereka
berdua keluar dari pintu kecil di belakang rumah, dengan menaiki unta yang
sudah disiapkan oleh Abu Bakar, menuju sebuah gua di bukit Tsuur sebelah
selatan kota Makkah, lalu mereka bersembunyi dalam gua itu.
Setelah
algojo-algojo itu mengetahui, bahwa Nabi tidak ada di rumah dan terlepas dari
kepungan mereka, maka mereka menjelajahi seluruh kota untuk mencari Nabi,
tetapi tidak juga bertemu. Akhirnya mereka sampai juga di gua Tsuur, tempat Nabi
dan Abu Bakar bersembunyi. Tetapi dengan
perlindungan Allah [SWT] , di muka gua itu terdapat sarang laba-laba
berlapis-lapis, seolah-olah terjadinya telah lama sebelum Nabi dan Abu Bakar
masuk ke dalamnya. Melihat keadaan yang demikian, pemuda Quraisy itu sedikitpun
tidak menaruh curiga. Setelah tiga hari lamanya mereka bersembunyi dalam gua
itu dan keadaan sudah dirasakan aman, maka Nabi dan abu bakarr dengan petunjuk
jalan Abdullah bin Uraiqit barulah meneruskan perjalanan menysuur pantai Laut
Merah, dan Ali bin Abi Thalib menyusul kemudian.
Yatsrib menjadi Madinatun Nabiy
Setelah
mengarungi padang pasar yang snagat luas dan amat panas. Akhirnya pada hari
senin tanggal 8 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriah, tibalah Nabi Muhammad [SAW] di Quba, sebuah tempat kira-kira sepuluh kilo
meter jauhnya dari Yatsrib. Selama empat hari beristirahat. Nabi mendirikan
sebuah Masjid, Yaitu Masjid Quba. Inilah masjid pertama kali didirikan dalam
sejarah Islam.
Pada hari
Jum’at tanggal 12 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 24
September tahun 622 M, Nabi, Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib memasuki kota
Yastrib, dengan mendpat sambutan yang hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat
dari penduduknya. Pada hari itu juga, Nabi mengadakan shalat Jum’at yang
pertama kali dalam sejarah Islam, dan beliaupun berkhutbah di hadapan kaum
Muslimin [Muhajirin dan Ansar]. Sejak ini Yatsrib beroleh namanya menjad
Madinatun Nabiy artinya kota Nabi selanjutnya disebut Madinah.
Setelah
menetap di Madinah, barulan Nabi memulai rencana mengatur siasat dan membentuk
masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan tekanan, mempertalikan hubungan
keekluargaan antara Ansar dan Muhajirin, mengadakan perjanjian saling membantu,
antara kaum Muslimin dengan orang-orang yang bukan Islam, dan menyusun siasat,
ekonom, social serta dasar-dasar Daulah Islamiyah.
Dalam usaha
membentuk masyarakat Ilsam di Madinah ini, sekaligus beliau berjuang pula
memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam yang di bin itu dari
rongrongan musuh, baik dari dalam maupun
luar. Dengan demikian gerak perjuangan Nabi di Madnah ini bersfat dua segi.
Pertama, membina masyarakat Islam. Kedua, memelihara dan mempertahankan
masyarakat Islam itu. Terbukti kemudian dari Madinah inilah Islam memperoleh
kemenangan di seluruh Jazirah Arab.
Tugas Nabi Muhammad [SAW]
Selesai
Ketika para
utusan kabilah-kabilah Arab datang menghadap Nabi untuk menjadi pemeluk agama
Islam kemudian disusul dengan turunnya surat [110] an Nashr yang menggambarkan
kedatangan utusan-utusan itu serta menyuruh nabi memohonkan ampun untuk mereka.
Maka terasalah oleh beliau bahwa tugasnya hamper selesai. Karena merasa bahwa
pekerjaannya telah hamper pda akhirnya, beliau berniat untuk melakukan haji
wada’ [haji perpisahan] ke Makkah.
Pada tanggal
2 Zulqaedah tahun 10 H. Rasulullah meninggalkan Madinah menuju Makkah dengan
kaum Muslimin yang ikut mengerjakan haji kira-kira 100.000 orang.
Sebelum
menyelesaikan upacara haji, Rasulullah
mengucapkan sebuah pidato amanat yang bernilai di hadapan kaum muslimin
di bukit Arafah pada tanggal 8 Zulhijah 10 H, bersamaan dengan 7 maret 632
Masehi. Setelah selesai mengerjakan ibadah Haji, Nabi Muhammad [SAW] pun kembai ke Madinah.
Kira-kira 3
bulan sesudah mengerjakan haji wada’ itu, nabi menderita demam beberapa hari,
sehingga tak dapat mengimami shalat jamaah, maka disuruhny Abu Bakar
menggantikan beliau menjadi Iman.
Pada tanggal
12 Rabi’ul awal tahun 11 Hijriah bertepatan dengan 9 juni 632 Masehi. Nabi Muhammad [SAW]
kembali ke Hadirat Allah [SWT]
dalam usia 63 tahun. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Dua puluh tiga
tahun lamanya, sejak beliau diangkat menjadi
Rasul Allah [SWT], berjuang tak mengenal lelah dan derita untuk
menegakkan agama Islam.
Nabi Muhammad [SAW]
telah wafat, telah meninggal umatnya, tak ada harta benda yang berarti
yang akan diwariskan kepada anak istrinya, tetapi belaiu meninggalkan dua buah
pusaka yang diwariskan kepada seluruh umatnya. sabdanya
“Kutinggalkan
untuk kamu dua perkara [pusaka], taklah kamu akan tersesat selama-lamanya,
selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah
dan Sunnah RasulnNya.”
Demikianlah
selintas kisah manusia pilihan yang termasuk tokoh nomor satu di antara seratus
tokoh dunia paling berpengaruh, kharismanya hingga detik ini tetap berkibar.
Miliaran orang setiap hari dengan takzim
bershalawat kepada beliau dalam setiap doa dan shalat mereka.
Allah [SWT]umma
Salli Ala Sayyidina Muhammad [SAW] wa
Ala Alihi Sayyidina Muhammad [SAW].
Kisah Nabi Muhammad [SAW]
Reviewed by Unknown
on
7:54 PM
Rating:
No comments