Cara Mengikis Habis Sifat Tercela riya’
Mungkin anda pernah beranya : ‘aku telah berkomitmen untuk ikhlas dalam
ibadah dan hati saya telah menjauh dari riya’, namun terkadang bisikan riya’
tiba-tiba datang menggangu ibadahku disaat orang lain melihatnya. Lalu
bagaimana terapi yang dapat menjauhkan saya dari riya’?
Saudaraku, perlu anda ketahui bahwa terapi untuk mengikis riya’ sifatnya
sangat mendasar, yitu menyembunyikan ibadahmu sebagaimana anda menyembunyikan
perbuatan keji. Maka dengan melakukan hal ini anda akan selamat dari riya dan
segala keburukannya. Diriwayatkan seorang murid Abu Hafs Al-Haddad yang mencela
dunia dan pencintanya. Kemudian Abu Hafs berkata kepadanya “engkau tampakkan
sesuatu yang seharusnya kamu sembunyikan. Janganlah kamu duduk berasama kami setelah
ini.”
Merahasiakan ibadah memang sangat berat, namun ketahuilah bahwa itu hanya
terjadi saat anda dalam proses adaptasi saja, hanya di awal-awal saja. Jika
anda sudah terbiasa maka yakinlah itu akan memberikan ketenangan jiwa dalam
ibadah anda. karena hal yang dibiasakan akan menjadi kebiasaan/tabat, ujungnya
nanti anda akan merasakan kelezatan munajat kepada Pencipta.
Mungkin bisikan riya’ masih juga mendatangi anda, hal ini adalah biasa
terjadi dan yakinlah bahwa anda kuat menepisnya. Jalan terbaik adalah perbarui
keyakinan anda/tingkatkan keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa riya’ akan
menyebabkan murka Allah [swt]. pahamkan bahwa manusia adalah mahluk lemah yang
tak dapat memberi manfaat dan mudharat, hal ini akan membuat ada kebencian
terhadap dorongan riya yang muncul menjadi dominan.
Memang nafsu akan senantiasa mendorong untuk memenuhi bisikan riya’
dengan memperbagus ibadah bukan karena Allah [swt]. sementara it, sikap
membenci riya’ memberikan penolakan dan penentangan nafsu. Kedua dimensi ini
akan saling berlawanan dan hanya kekuatan sugesti yang akan menjadi pemenang.
Tergantung bagaimana anda mengatur keyakinan. Jika unsur kebensian terhadap
riya’ dan dorongan kuat untuk menepisnya maka anda akan terhindar dari riya’.
Menampakkan ketaatan agar diteladani orang lain dan untuk memberikan
semanat ketaatan kepada mereka menjadi diperbolehkan jika niatnya benar tidak
diiringi dengan nafsu yang menyesatkan. Tanda-tandanya adalah kita bisa
mengukur orang lain, apabila mereka mengikuti salah satu pengikutnya dan cukup
sekedar bertujuan untuk memberi motivasi ketaatan semata. Lalu diiringi dengan
keyakinan bahwa pahala ibadah secara rahasia sama seperti pahala ibadah secara
terang-terangan, namun jangan suka menonjolkan dan memperlihatkan ibadah pada
orang lain.
Namun jika seseorang memiliki tendensi agar diteladani dan banyak
pengikutnya berarti ia memiliki motiv riya’ karena jika motivasinya demi
kebahagiaan orang lain dan keselamatan mereka maka ia mendpaatkan hasil melalui
orang lain dan itu tidak diperbolehkan.
Demikian juga menyembunyikan kemaksiatan dan dosa juga diperbolehkan
dengan syarata bertujuan agar supaya tidak dianggap sebagai orang wara’ atau
supaya tidak dianggap fasik. Tetapi tidaklah mengapa jika ia merasa gembira
manakala kemaksiatannya tertutupi dan bersedih jika terungkap. Sebab Allah
[swt] menghendaki agar kemaksiatan itu disembunyikan dan melarang untuk
menyebar luaskannya. Atau karena dia tidak suka dicela orang lain yang
menyeabkan kesedihan baginya.merasa sedih karena celaan orang lain itu tidaklah
haram karena itu sifatnya naluriah. Yang diharamkan adalah merasa gembira
dengan pujian orang lain atas ibadah yang dilakukannya. Karena hal itu bagaikan
upah yang diambil dari ibadahnya. Adakalanya ia merasa malu atas penojolan
ibadahnya, sednagkan rasa malu tidak sama dengan riya’, meski terkadang
keduanya bercampur. Adapun meninggalkan ketaatan karena takut riya’ itu
bukanlah sesuatu yang dibenarkan.
Al-Fudhail berkata : “riya’ adalah meninggalkan amal karena takut riya’.
Sementara beramal demi pujian orang lain adalah syirik. Seharusnya ia tetap
beramal dan ikhlas dalam beramal. Adapun jika ia menyadari bahwa dirinya belum
mampu menguasai 100% kecenderungan nafsunya maka ia harus terus berjuang
maksimal untuk berpaling dari nafsusnya.
Ibadah shalat dan sedekah tidak bisa ditinggalkan, melainkan bila secara
mendasar keduanya tidak diniatkan sebagai ibadah. Jika seandainya seseorang
berniat ibadah untuk riya’ maka amalannya tidak sah dan meninggalkannya menjadi
sebuah kewajiban baginya.
Adapun orang yang sudah terbiasa melakukan ibadah kemudian tiba-tiba
muncul kekhawatiran akan perbuatan riya’ sebab kehadiran banyak orang, mka ia
tidak boleh meninggalkan ibadahnya, sebaliknya ia harus meneruskan ibadahnya
dan berushau ntuk menepis dorongan riya dalam kondisi itu. Demikian beratnya
pun ia harus berjuang, dan ingatlah perjuangan itu tidak akan sia-sia karena
Allah maha melihat hamba-hambanya dan Allah adalah pemberi balasan Yang
Terbaik. Semoga perjuangan itu berpahala jihad fisabilillah.
Cara Mengikis Habis Sifat Tercela riya’
Reviewed by Unknown
on
3:40 AM
Rating:
No comments